Kamis, 18 Oktober 2012

TEORI TEMPAT PUSAT "CHRISTALLER"


TUGAS MATA KULIAH
LOKASI DAN POLA RUANG (TKP159P)
(REVIEW LITERATUR)
Dosen Pengampu:
Pangi, ST. MT
Sri Rahayu, S.Si., M.Si
Dra. Bitta Pigawati, MT

TEORI TEMPAT PUSAT
(Pertemuan 7)



Disusun oleh:
NUR FITRI KHOIRUNNISA
21040111060042




PROGRAM STUDI DIPLOMA III
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012



            Walter Christaller (1933) dengan model tempat sentral (central lace model) mengemukakan bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Tempat sentral merupakan pusat kota yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi. Berdasarkan prinsip aglomerasi (scale economic atau ekonomi skala menuju efisiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan yang lebih kecil. Sehingga dapat diartikan bahwa kota kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar.
            Christaller mengembangkan model tempat pusat untuk suatu wilayah abstrak dengan ciri-ciri sebagai berikut:
-          Wilayahnya adalah dataran tanpa roman, semua wilayah datar dan sama
-          Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropis surface)
-          Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah
-          Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak/biaya
Asumsi-asumsi yang digunakan oleh Christaller dalam penyusunan teori tempat pusatnya yaitu sebagai berikut:
-          Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat dinyatakan dalam biaya dan waktu
-          Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu
-          Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa
-          Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah sekitarnya
-          Wilayah memiliki ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.
Menurut teori Christaller, tempat sentral secara hierarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
-          Tempat sentral yang berhierarki 3 (K=3) merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya atau disebut juga kasus pasar optimal
-          Tempat sentral yang berhierarki 4 (K=4) merupakan situasi lalu lintas optimum. Sehingga, daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien
-          Tempat sentral yang berhierarki 7 (K=7) merupakan situasi administratif yang optimum. Sehingga tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya
Pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagonal (segi enam). Keadaan tersebut akan terlihat jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat, yaitu:
-          Topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang medapat pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan
-          Kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara
Gambaran model Christaller yang menggunakan prinsip heksagonal yaitu sebagai berikut:

Pada gambar A, mula-mula terbentuk area pelayanan yang berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran mempunyai pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran pada gambar A tidak tumpang tindih. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih seperti pada gambar B. Setelah itu, dari gambar C dapat diketahui bahwa range yang tumpang tindih tersebut dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpang tindih. Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordenya memiliki heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k=3 maka pelayananorde i lebr heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal orde III dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagonal yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi antaraheksagonal yang tidak sama besarnya maka akan terjadi tumpang tindih seperti yang dapat dilihat pada gambar D.
            Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa teori tempat pusat Christaller menjelaskan mengenai susunan dari besaran kota, jumlah kota dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller menggambarkan area pusat-pusat kegiatan jasa pelayanan yang cenderung tersebar di dalam wilayah dan membentuk pola heksagonal. Dimana persebaran tersebut dapat memberikan keuntungan optimalpada kegiatan tersebut. Tempat-tempat pusat merupakan tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi penduduk daerah.
            Elemen-elemen tempat pusat yaitu jangkauan (range), threshold dan fungsi sentral. Ketiga elemen tersebut mempengaruhi terbentuknya tempat pusat dan luasan pasar baik pelayanan barang maupun jasa pada suatu wilayah. Teori tempat pusat merupakan teori mengenai hubungan fungsional antara satu tempat pusat dan wilayah di sekelilingnya. Christaller tidak mendasar pada jangkauan wilayah pasar dan memiliki hierarki-hierarki dalam pola heksagonal. Luas wilayah pasar juga tidak tergantung pada barang yang diproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Abiyoso. Putra. 2012. “Teori Tempat Pusat Christaller”, dalam http://putraabiyoso.blogspot.com. Diunduh 08 Oktober 2012
Aulia. 2011. “Teori Tempat Pusat Christaller”, dalam http://aulianismanis.blogspot.com. Diunduh 08 Oktober 2012
Muawanah, Annisa. 2012. “Teori Tempat Pusat- Teori Christaller”, dalam http://annisamuawanah.blogspot.com. Diunduh pada 08 Oktober 2012

           



TEORI LOKASI INDUSTRI WEBER DAN LOSCH


TUGAS MATA KULIAH
 LOKASI DAN POLA RUANG (TKP149P)
(REVIEW LITERATUR)
Dosen Pengampu: Dra. Bitta Pigawati, M.T

TEORI LOKASI INDUSTRI WEBER DAN LOSCH
(Pertemuan 4)

Disusun oleh:
NUR FITRI KHOIRUNNISA
21040111060042


PROGRAM STUDI DIPLOMA III
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012




Teori Lokasi merupakan sebuah ilmu yang menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi. Pengertian lain dari teori lokasi yaitu ilmu yang mempelajari tentang lokasi secara geografis serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain. Untuk menentapkan lokasi suatu industri (skala besar secara komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin.
            Beberapa faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal dan aksesbilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju (aksesbilitas pemasaran ke luar negeri). Stabilitas politik suatu negara dan kebijakan daerah (peraturan daerah). Berikut ini dibahas mengenai pendapat dua ilmuwan.

1.      Teori Lokasi Industri Alfred Weber (1907-1933)
Weber menyatakan bahwa lokasi industri seharusnya ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost location) yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum yang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Prinsip ini didasarkan pada asumsi prakondisi yaitu sebagai berikut:
-          Wilayah bersifat homogen dalam hal topografi, iklim dan penduduknya (menyangkut jumlah dan kualitas SDM).
-          Ketersediaan sumberdaya bahan mentah
-          Upah tenaga kerja
-          Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik
-          Persaingan antar kegiatan industri
-          Manusia berpikir secara rasional
Oleh karena itu, Weber membuat model asumsi yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional (locational triangle) yang didasarkan pada asumsi:
-          Daerah yang menjadi objek penelitian adalah daerah yang terisolasi sedangkan konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna.
-          Semua sumberdaya alam tersedia secara tidak terbatas.
-          Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
-         
Tenaga kerja tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.

                                                                                                               



M adalah Market (pasar), R1 dan R2 adalah Raw Materials (bahan mentah), P1 adalah Place (lokasi dengan biaya rendah). R1 dan R2 adalah lokasi bahan mentah yang setelah diolah di pabrik dibutuhkan oleh M atau pasar. Lokasi yang sangat ideal bagi perusahaan adalah P1 yaitu pusat segitiga karena biaya transportasi yang harus ditempuh oleh perusahaan di pusat P dari lokasi bahan mentah dan produk jadinya sama besar. Jarak R1 ke M dan R2 ke M adalah sama jauhnya. Maka posisi ideal bagi pabrik pada posisi pusat segitiga yaitu P1. Sehingga tiga faktor penentu lokais indutri yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja dan dampak aglomerasi (pemusatan industri di lokasi tertentu) dan deaglomerasi.

21.      Teori Lokasi Industri August Losch (1954)
Losch mengungkapkan teorinya berdasarkan kemampuan sebuah produksi untuk menjaring konsumen sebanyak-banyaknya. Semakin jauh dari pasar maka konsumen menjadi enggan membeli karena biaya transportasi. Sehingga produsen harus memilih lokasi industri yang mempunyai tempat yang cukup dekat dengan konsumen agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Losch menyarankan agar lokasi industri terletak di pasar atau mendekati pasar. Tujuan dari hal ini yaitu untuk menemukan pola lokasi industri sehingga dapat ditemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Oleh karena itu, Losch merupakan pendahulu dalam mengatur kegiatan ekonomi secara spasial dan merupakan pelopor dalam teori ekonomi regional modern. Losch berasumsi bahwa suatu daerah yang homogen jika diubah oleh pusat (industri) maka volume penjualan akan membentuk kerucut. Artinya, semakin jauh dari pusat industri maka volume penjualan barang akan semakin berkurang, karena harga semakin tinggi akibat naiknya ongkos transportasi yang dibutuhkan.  Untuk mecapai keseimbangan, maka ekonomi ruang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Setiap lokasi industri menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.
2.      Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.
3.      Terdapat free entry dan tidak ada petani yang memperoleh super normal agar tidak ada petani luar yang masuk ke daerah tersebut.
4.      Daerah penawaran memungkinkan petani untuk mecapai keuntungan dengan besar maksimum.
5.      Konsumen bersifat indifferent terhadap penjual manapun dan pertimbangan satu-satunya yaitu membeli dengan harga yang rendah.
Wilayah pasar bisa berubah jika terjadi inflasi harga. Karena produsen yang tidak dapat memenuhi permintaan dikarenakan jarak yang terlalu jauh yang membuat biaya naik sehingga harga jual juga naik. Dan mengakibatkan berkurangnya pembeli di pasar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Ardhian, aulia. 2010. “ Teori Lokasi August Losch”, dalam http://auliaardhian.pdf. Diunduh pada 19 September 2012
-. 2012. “ Teori Lokasi Industri Weber”, dalam http://pinterdw.blogspot.com. Diunduh pada 19 Spetember 2012

LAND COVER, CROPPING CITRA DAN LAYOUT CITRA


TUGAS MATA KULIAH
PENGOLAHAN DATA CITRA (TKP151P)
(REVIEW LITERATUR)
Dosen Pengampu:
Dra. Bitta Pigawati, M.T
Pangi, ST. MT

PETA LAND COVER, CROPPING DAN LAYOUT CITRA
(Pertemuan 7)

Disusun oleh:
NUR FITRI KHOIRUNNISA
21040111060042


PROGRAM STUDI DIPLOMA III
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012


11.      Peta Land Cover
Peta land cover atau peta tutupan lahan merupakan peta yang memberikan informasi mengenai objek-objek yang tampak di permukaan bumi (Campbel, 1987). Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam melakukan analisa perencanaan dan pengembangan suatu wilayah. Pembuatan peta tutupan lahan dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, misalnya dengan menganalisis citra satelit. Dalam melakukan analisa tersebut, diperlukan perangkat lunak pengolah citra.
Proses pengolahan citra satelit menggunakan software dapat dilakukan dengan import data, penggabungan band (red, green dan blue), konversi data, rektifikasi (koreksi geometrik), digitasi, klasifikasi dan pembuatan layout sederhana. Klasifikasi tutupan lahan merupakan upaya pengelompokkan berbagai jenis tutupan lahan ke dalam satu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Hasil dari klasifikasi tutupan lahan dapat digunakan untuk pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk pembuatan peta tutupan lahan.

22.      Cropping Citra
Cropping citra merupakan salah satu langkah dalam pengolahan citra yang dilakukan untuk memotong citra sesuai dengan batas administrasi dari daerah penelitian. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya analisis di luar wilayah penelitian. Selain itu, hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan perencana melakukan analisis citra dari wilayah penelitian. Proses cropping citra dilakukan dengan cara penentuan lintang dan bujur sesuai dengan batas wilayah studi dan dibatasi oleh batas administrasi.
Cropping citra merupakan salah satu langkah yang dilakukan setelah koreksi geometrik dan koreksi radiometrik.

33.      Layout Citra
Layout citra merupakan langkah atau proses yang dilakukan untuk memberi analisis atau atribut-atribut yang terkait dengan citra serta tampilan citra yang lebih bervariasi. Layout citra dapat berisikan atribut dan keterangan mengenai gambar-gambar, simbol-simbol dan lambang yang ada pada citra. Dimana layout ini dapat digunakan untuk mempermudah yang akan menggunakan peta hasil analisis citra ini.


DAFTAR PUSTAKA

-. “Tinjauan Pustaka”, dalam PDF http://www.library.upnvj.ac.id. Diunduh 14 Oktober 2012
-. “ Studi Perubahan Tutupan Lahan”, dalam PDF http://digilib.its.ac.id. Diunduh 14 Oktober 2012
Ketut. 2006. “Analisis Luas Pertanian”, dalam jurnal http://www.ftsl.itb.ac.id. Diunduh 14 Oktober 2012

FILTERS DAN KLASIFIKASI CITRA


11.     Filter High Pass
Filter lolos tinggi (high pass filter) adalah filter yang digunakan untuk menajamkan penampakan pada citra seperti jalan, patahan lingkungan air dan tanah dengan menekan frekuensi tinggi tanpa mempengaruhi bagian dari frekuensi rendah citra. Filter ini digunakan untuk citra satelit Landsat. Hasil dari interpretasi citra filter high pass ini yaitu objek yang ada pada citra seolah-olah memiliki bayangan hitam sehingga dapat memperjelas atau mempertajam citra.

22.      Klasifikasi Digital Citra
Interpretasi citra (deliniasi) merupakan salah satu tahapan yang digunakan untuk menggambarkan citra satelit. Klasifikasi citra merupakan proses yang dilakukan dengan cara mengelompokkan seluruh pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah kelas, sehingga tiap kelas merepresentasikan suatu entitas dengan properti yang spesifik. Hal ini sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam klasifikasi multi spektral bahwa setiap objek dapat dibedakan berdasarkan nilai spektralnya. Klasifikasi citra penginderaan jauh bertujuan untuk menghasilkan peta tematik yang tiap warna mewakili sebuah objek.
Secara umum, metode klasifikasi dibagi menjadi dua, yaitu:
-          Klasifikasi terbimbing (supervised classification)
Klasifikasi terbimbing melibatkan interaksi analisis secara intensif. Analisa dari klasifikasi terbimbing menuntun  klasifikasi dengan identifikasi objek pada citra (training area). Sehingga pengambilan smpel perlu dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombang tertentu. Sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu objek tertentu.
Proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk setiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagau kunci interpretasi merupakan klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing menggunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik. Hal ini menyebabkan pengenalan polanya merupakan proses otomatis dengan bantuan komputer. Klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahapan training sample, tahapan klasifikasi dan tahapan keluaran.
-          Klasifikasi tidak terbimbing (unsuoervised classification)
Klasifikasi tidak terbimbing merupakan proses pengelompokan piksel-piksel pada citra menjadi beberapa kelas menggunakan analisa cluster. Klasifikasi ini tidak menggunakan algoritma untuk menganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Dengan kata lain, klasifikasi citra tidak terbimbing merupakan metode klasifikasi citra yang memberikan keleluasaan kepada komputer untuk mengklasifikasikan citra secara mandiri. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. Oleh karena itu, pengelompokan kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra dan identitas nilai spektral tidak dapat diketahui dengan cepat. Hal itu disebabkan analisisnya belum menggunakan data rujukan seperti citra skala besar untuk menentukan identitas dan nilai informasi setiap kelas spektral. (Chang, 2008)
Kelemahan dari klasifikasi citra tidak terbimbing adalah karena analisis hanya memiliki sedikit kontrol terhadap kelas citra yang menyebabkan kesulitan dalam perbandingan antar data. Selain itu, penciri spektral selalu berubah sepanjang waktu, sehingga hubungan antara respon spektral dengan kelas informasi tidak konstan. Hal itu menyebabkan diperlukan pengetahuan sedetail mungkin mengenai spektral permukaan.
Komposit yang biasa digunakan pada klasifikasi tidak terbimbing diantaranya komposit 543, 542 dan 321. Nilai optimum index faktor pada band 543 sebesar 77.36, band 542 sebesar 68.53 dan band 321 sebesar 67.68. Semakin tinggi nilai optimum index faktor, maka kombinasi band menghasilkan tampilan mendekati warna sebenarnya, sehingga hasil citra dapat dibedakan dengan mudah.
Klasifikasi tidak terbimbing digunakan apabila kualitas citra sangat tinggi dengan distorsi atmosferik dan tutupan awan yang rendah. Namun,  terlepas dari kondisi citra yang seperti itu, metode ini banyak digunakan untuk memberikan gambaran kasar/informasi awal.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Anita S. 2012. “Laporan Klasifikasi Terbimbing”, dalam http://anisznita.blogspot.com. Diunduh 06 Oktober 2012
Kardieni, Raden A. 2012. “Kalsifikasi Tidak Terbimbing” dalam http://radenajengkardieni.blogspot.com. Diunduh 06 Oktober 2012
-. “ Prinsip Dasar Penginderaan Jauh”, dalam PDF. Diunduh 05 September 2012
-. 2010. “ 2010 Panduan Penginderaan Jauh Tingkat Dasar”, dalam PDF. Diunduh 06 Oktober 2012

KOMPOSIT BAND DAN PENAJAMAN CITRA


11. Pembuatan Band Komposit
Pembuatan band komposit merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan citra. Hal ini dilakukan karena pada awalnya, citra yang telah di download masih citra dalam bandnya masing-masing. sehingga diperlukan pembuatan band komposit untuk menggabungkan citra agar citra memiliki warna yang seperti sebenarnya di permukaan bumi. Dengan kata lain, agar informasi yang terdapat dalam citra dapat dengan jelas terbaca dan terinterpretasikan.
22.   Penajaman Citra
Penajaman citra atau biasa disebut dengan transformasi ini digunakan dalam meningkatkan kontras warna dan cahaya pada suatu citra. Proses ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses interpretasi dan analisis citra. Penajaman kontras dalam citra merupakan cara untuk memperbaiki tampilan dengan memaksimumkan kontras antara pencahayaan dan penggelapan atau menaikkan dan merendahkan harga suatu data citra.
Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu dalam citra. Dengan menggunakan histogram, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
-          Frekuensi kemunculan nisbi;
-          Kecerahan dan kontras dari sebuah gambar.
Informasi penting dari histogram yaitu:
-          Nilai hi menyatakan peluang pixel, P(i) dengan derajat keabuan i dimana jumlah seluruh hi sama dengan 1.
-          Puncak histogram menunjukkan intensitas pixel yang menonjol.
-          Lebar dari puncak menunjukkan rentang kontras dari gambar.
Ø  Citra yang mempunyai kontras terlalu terang atau gelap memiliki histogram yang sempit dan hanya menggunakan setengah dari daerah derajad keabuan.
Ø  Citra yang baik memiliki histogram yang mengisi daerah derajat keabuan secara penuh dengan distribusi yang merata pada setiap intensitas pixel.
3.      Filters Citra
Filtering merupakan proses perubahan nilai piksel dalam dataset sesuai dengan nilai piksel di sekelilingnya. Filtering juga merupakan operasi lokal dalam pengolahan citra yang dilakukan duna memudahkan interpretasi visual. Filter spasial yang digunakan dibagi menjadi tiga kategori umum, yaitu :
- Filter lolos rendah (low pass filter) adalah filter yang digunakan untuk memperhalus kenampakan (smoothing and averaging) dengan meratakan noise dan menghilangkan spike pada cittra.
- Filter lolos tinggi (high pass filter) adalah filter yang digunakan untuk menajamkan penampakan pada citra seperti jalan, patahan lingkungan air dan tanah dengan menekan frekuensi tinggi tanpa mempengaruhi bagian dari frekuensi rendah citra.
- Filter deteksi sisi (edge detection filter) adalah filter yang digunakan untuk menampakkan sisi disekitar suatu obyek untuk memudahkan kegiatan analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Lili. 2009. “Penginderaan Jauh”, dalam http://file.upi.edu/. Di unduh pada 04 september 2012.
-. “ Prinsip Dasar Penginderaan Jauh”, dalam PDF. Diunduh 05 September 2012